pict : sumber google
Pesisir
Jakarta menjadi ruang strategis yang menopang sistem anatomi kota metropolitan
Jakarta. Selain itu, secara konseptual pesisir Jakarta juga menjadi ruang
sosial yang berfungsi sebagai area perhubungan antar pulau bahkan antar negara;
sekaligus berperan pula sebagai sentral penangkapan, pengumpulan, pengolahan,
bahkan komersialisasi sumber daya laut. (Lihat Ali,1998; rudyansyah,2009;
Soemantri,2000; Lapian,2009). Pesisir Jakarta juga tersegmentasi secara kelas
sosial. Ditandai dengan berdirinya kawasan industri dan dikuasai oleh
perusahaan-perusahaan pemerintah, terdapatnya pemukiman mewah kelas atas yang
dibangun di atas tanah hasil reklamasi dan pengubahan lahan hutan bakau dan
rawa, juga terdapat pemukiman padat penduduk salah satunya seperti kawasan Luar
Batang.
Atas
dalih revitalisasi kawasan pemukiman padat penduduk menjadi kawasan ruang
terbuka hijau dan normalisasi kali agar bebas dari banjir, Pemprov DKI rupanya
tidak gentar dalam melakukan penggusuran terhadap warga kampung Akuarium di
Pasar Ikan Luar Batang tanggal 11 April 2016 lalu. Setelah sebelumnya telah
dilakukan penayangan SP1 tanggal 30 Maret 2016, disusul SP2 tanggal 6 April
2016 dan SP3 tanggal 9 April 2016 yang dinilai sangat tergesa-gesa. Penggusuran
yang sarat akan kecacatan prosedur tersebut jelas tidak memberikan ruang kepada warga Akuarium untuk bersiap-siap
melakukan relokasi. “Rentang waktu pemberian SP sangat cepat. Setelah adanya
pertemuan dengan lurah, kami hanya diinfokan bahwa akan ada penertiban di
bantaran sungai yang akan dilaksanakan 3 bulan lagi atau sehabis lebaran.
Kenyataannya 3 hari setelah pertemuan itu turun SP 1, SP 2 dan SP 3 lalu 3 hari
setelah SP terakhir terjadi eksekusi penggusuran rumah warga.” tutur Ibu Dar
salah satu warga kampung Akuarium.
Ketiadaan
sosialisasi secara menyeluruh tersebut, jelas telah melanggar UU No. 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No. 26 tahun 2007
tantang Penataan Ruang. Pasalnya, warga Akuarium juga mengaku diperlakukan
secara kasar dan tidak terpuji oleh aparat Satuan Pamong Praja pada saat
melakukan penertiban. Ibu Dar menambahkan, di hari saat penggusuran terjadi,
warga kampung Akuarium menggelar salat hajat dua rakaat diiringi tahlil dan
tahmid bersimpuh memanjatkan doa agar penggusuran tak akan terlaksana. Tapi
yang terjadi warga yang masih mengenakan mukena ditendang oleh aparat, pemuda
yang menentang ditarik petugas dan diamankan. Pertikaian yang menyebabkan
sebagian warga luka-luka pun tak terelakkan. Bagaimana tidak, sejumlah personel
Polri dan TNI dilibatkan dalam penertiban ini yang mana dinilai tidak sesuai
dengan nilai-nilai reformasi.
Selain itu dikabarkan bahwa Pemprov DKI akan
melaksanakan penertiban kawasan luar batang setelah rumah susun yang dijanjikan
selesai dibangun. Saat mengetahui kabar ini, warga Luar Batang bersama elemen
terkait dalam hal ini salah satunya dari Front Pembela Islam (FPI) mengaku akan
menentang keras rencana penggusuran dan telah siap jika harus melewati
cara-cara serupa seperti kasus Tanjung Priok. “Kami warga luar batang tetap
satu kata bersatu untuk mempertahankan wilayah kami dan kami siap jika harus
korbankan darah untuk Luar Batang.” tutur salah satu warga Rw 01 Luar Batang,
pada 23 April lalu. Selain itu, warga Luar Batang juga mengakui bahwa mereka
memiliki setifikat atas kepemilikan tanah yang mereka diami, sehingga menentang
keras pernyataan Gubernur DKI Jakarta yang biasa disapa Ahok itu bahwa
pemukiman penduduk warga Luar Batang adalah Ilegal. Ditambah lagi, tidak ada
satupun bukti sertifikat kepemilikan tanah atas nama pemda atau termasuk draft
salah satu aset yang dimiliki Jakarta. "Tidak ada istilah Negara punya
tanah, tapi hanya menguasai dan wajib dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat
banyak." Tutur Prof. Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum warga Luar
Batang pada wawancara di salah satu media.
Saat
dikonfirmasi terkait relokasi warga ke Rusunawa yang telah dipersiapkan oleh
Pemprov, warga mengaku tidak akan mau direlokasi selain karena lokasi rusun
yang jauh dari lokasi tempat bekerja dan lokasi sekolah, rusun yang berbayar,
minimnya fasilitas Ibadah, warga mengaku bahwa wilayah Luar Batang adalah satu
kesatuan dengan Masjid Keramat Luar Batang yang tidak akan bisa dipisahkan.
Karena berdasarkan catatan sejarah, wilayah Luar Batang adalah salah satu pusat
penyebaran ajaran Agama Islam khusunya di Jakarta yang dibawa oleh seorang
Ulama bernama Habib Husein bin Abubakar Alaydrus pada tahun 1736 M silam. Hingga
akhirnya berdiri Masjid Kokoh yang disebut Masjid Keramat yang di dalamnya
terdapat makam Ulama Habib Husein bin Abubakar Alaydrus yang sampai saat ini
menjadi destinasi peziarah dari berbagai kota di Indonesia bahkan mancanegara.
Ini menandakan bahwa wilayah tersebut memiliki sejarah yang panjang bagi
Jakarta.
Selain
itu, warga luar batang juga mengaku bahwa hanya warga yang memiliki Identitas
KTP DKI Jakarta lah yang bisa mendapat unit rumah susun. Ini jelas telah
menciderai amanat UUD 1945 bahwa negara berkewajiban memberi jaminan dan
perlindungan sosial kepada setiap warga negara. Apakah bisa dibayangkan? Saat
warga yang mengalami penggusuran tidak dapat memperoleh unit rusun hanya karena
tidak memiliki identitas KTP DKI Jakarta. Jikalau revitalisasi yang dicanangkan
Pemprov DKI Jakarta tapi dengan mengabaikan hak-hak warga negara dan tanpa
prosedur yang diatur dalam Undang-undang bahkan sampai mengerahkan aparat dan
menggunakan kekerasan, ini jelas sangat jauh sekali dari nilai-nilai reformasi
dan kalaupun revitalisasi berhasil mungkin akan menjadi indah saja tanpa warga
merasa memiliki wilayah tersebut.
#April2016
#latepost